Apalagi, saat ini, kota bermotto Kayuh Baimbai ini telah meluncurkan Perda nomor 3 tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas mengganti Perda nomor 9 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Melalui Bagian Hukum Setda Kota Banjarmasin, sosialisasi atas peraturan baru tersebut pun dilaksanakan di Hotel Aquarius Banjarmasin, Rabu (23/11).
Menurut Wali Kota Banjarmasin, H Ibnu Sina, istilah penyandang cacat mempunyai arti yang bernuansa negatif, dan memiliki dampak sangat luas bagi penyandang cacat itu sendiri.
Bahkan, sebelum terbitnya peraturan –peraturan yang berpihak pada penyandang disabilitas, subtansi kebijakan publik kerab memposisikan penyandang cacat sebagai objek dan tidak menjadi prioritas.
Sebutan penyandang cacat mempunyai makna berkonotasi negatif, dan tidak sejalan dengan prinsif utama hak asasi manusia, sekaligus bertentangan dengan nilai nilai luhur bangsa yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka istilah penyandang cacat kemudian diganti menjadi penyandang disabilitas. “Istilah penyandang disabilitas mempunyai arti yang lebih luas dan mengandung nilai-nilai inklusif yang sesuai dengan jiwa dan semangat reformasi hukum di Indonesia, dan sejalan dengan subtansi konvensi hak orang penyandang disabilitas,” jelas H Ibnu Sina dalam sambutan pembukaan acara tersebut, yang dibacakan Plt Staf Ahli Bidang Kerjasama dan Investasi, Husin Luthfie.
Lebihlanjut dikatakannya, keberadaan Perda ini, merupakan wujud keseriusan Pemko Banjarmasin dalam melaksanakan amanat undang-undang.
Namun, ungkapnya, harus diakui, perhatian dan pelayanan terhadap hak hak penyandang disabilitas di negeri kita masih sangat rendah. Realitas aplikasi program kegiatan penerapannya pun masih sangat kecil.
Indonesia, bebernya, diantara Negara-negara Asean, dinilai tergolong negara yang kurang responsive dalam pelayanan disabilitas.
Hal ini diperparah dengan kebijakan yang dahulu pernah dikeluarkan jajaran birokrasi, dan diketahui masih sangat jauh dari nilai kesadaran untuk " ramah disabilitas". “Padahal jika berbicara soal akses publik dan berbagai layanan lainnya secara langsung menjadi tanggung jawab dari birokrasi,” katanya.
Karena itu, ia berharap melalui sosialisasi Perda tersebut, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dapat lebih diperhatikan. “Saya mengharapkan para peserta dapat memanfaatkan kegiatan ini dengan baik dan sungguh sungguh,” pungkasnya.
Sekedar mengingat. Perda Kota Banjarmasin nomor 3 tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, disahkan melalui Rapat Paripurna Tingkat II Perihal Persetujuan Penetapan Peraturan Daerah Kota Banjarmasin tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, pada Kamis 01/09/22.
Dengan adanya Perda ini, maka kota berjuluk seribu sungai merupakan kota pertama di Indonesia menuju status kota inklusi.
Saat itu, H Ibnu Sina menginstruksi keseluruh SKPD Lingkup Pemko Banjarmasin agar bisa menjadi Kota Banjarmasin terdepan terkait dengan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. “Seperti ketika Job-Fair lalu misalnya, pameran usaha kerja yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan juga memberikan kesempatan atau slot kepada penyandang disabilitas agar dapat diterima bekerja, sesuai dengan kemampuan pastinya," katanya.
H Ibnu Sina, Kota Banjarmasin sebagai kota pertama yang menuju kota inklusi di Indonesia, harus dapat menjadi yang terdepan terkait dengan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
"Seperti ketika Job-Fair lalu misalnya, pameran usaha kerja yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan juga memberikan kesempatan atau slot kepada penyandang disabilitas agar dapat diterima bekerja, sesuai dengan kemampuan pastinya," tutupnya. (Prokom - Banjarmasin)
Posting Komentar